DOSEN MATA KULIAH
Rafiqa Maulidia
DISUSUN OLEH
Sulthan Basil A
27316183
2TB03
UNIVERSITAS GUNADARMA
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR
TAHUN AJARAN 2018/2019
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, sebagai rasa syukur kami
yang mana telah melimpahkan rahmat-Nya kepada kami
untuk menyusun makalah “HUBUNGAN TIMBAL
BALIK HAK DAN KEWAJIBAN ANTARA WARGA NEGARA DENGAN NEGARA” Terlepas
dari semua itu, penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari
bentuk materinya maupundari segi susunan kalimat dan tata
bahasanya. Oleh karena itu dengan senang hati penulis menerima segala saran dan
kritik dari pembaca agar penulis dapat memperbaiki penulisan makalah
selanjutnya. Dengan ini kami mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa
hormat dan terima kasih.
Ciracas,
2019
DAFTAR ISI
Kata
Pengantar ……………………………………………………………………………………………… 1
Daftar
Isi ……………………………………………………………………………………………………….. 2
BAB
I. PENDAHULUAN …………………………………………………………………………………..
3
1.1 Latar
Belakang …………………………………………………………………....
3
1.2 Rumusan
Masalah …………………………………………………………….....
3
1.3 Maksud
dan Tujuan ……………………………………………………………..
3
BAB
II. PEMBAHASAN …………………………………………………………………………..………..
5
2.1 Konsep
Dan Urgensi Harmoni Kewajiban Dan Hak Negara Dan Warga Negara ……………….
5
2.2 Alasan
Mengapa Diperlukan Harmoni Kewajiban Dan Hak Negara Dan Warga Negara Indonesia........….
8
2.3 Sumber
Historis, Sosiologis, Politik Tentang Harmoni Kewajiban Dan Hak Negara Dan
Warga Negara Indonesia.............. 8
2.4 Membangun
Argumen Tentang Dinamika Dan Tantangan Harmoni Kewajiban Dan Hak Negara Dan
Warga Negara……... 13
BAB
III. PENUTUP ……………………………………………………………………………………… 19
3.1 Kesimpulan ……………………………………………………………………..
19
3.2 Saran ………………………………………………………………………………
19
Daftar
Pustaka ……………………………………………………………………………………………. 20
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Apakah
Anda memiliki hak? Apakah Anda memiliki kewajiban? Mana yang akan Anda
dahulukan? Sebagai warga negara, bentuk keterikatan kita terhadap negara adalah
adanya hak dan kewajiban secara timbal balik (resiprokalitas). Warga negara
memiliki hak dan kewajiban terhadap negara, sebaliknya pula negara memiliki hak
dan kewajiban terhadap warga negara. Hak dan kewajiban warga negara merupakan
isi konstitusi negara perihal hubungan antara warga negara dengan negara. Di
Indonesia, pengaturan hak dan kewajiban warga negara diatur dalam UUD NRI 1945.
Bagaimana pengaturan selanjutnya agar dapat diwujudkan dalam hubungan yang
harmonis antara hak dan kewajiban warga negara? Harmoni antara hak dan
kewajiban warga negara di Indonesia berdasar pada ide kedaulatan rakyat yang
bersumber pada sila IV Pancasila.
Untuk
mencapai suatu keseimbangan antara hak dan kewajiban, yaitu dengan cara
mengetahui posisi diri kita sendiri. Sebagai seorang warga Negara harus
mengetahui hak dan kewajiban nya. Seorang pejabat atau pemerintah pun harus
mengetahui akan hak dan kewajibannya. Seperti yang telah tercantum dalam hukum
dan aturan-aturan yang telah ditetapkan. Jika hak dan kewajiban seimbang dan
terpenuhi, maka kehidupan masyarakat akan aman sejahtera.
Oleh
karena itu, kita sebagai warga Negara yang berdemokrasi harus membangun mimpi
kita yang buruk ini dan merubahnya untuk mendapatkan hak-hak sebagai warga
Negara dan tidak lupa melaksanakan kewajiban kita sebagai rakyat Indonesia.
Sebagaimana telah ditetapkan dalam UUD 1945 pada pasal 28, yang menetapkan
bahwa hak warga Negara dan penduduk untuk berserikat dan berkumpul,
mengeluarkan pikiran dengan lisan maupun tulisan dan lain sebagainya.
1.2 Rumusan Masalah
a) Apa
konsep dan urgensi harmoni kewajiban dan hak negara dan warga negara?
b) Apa
alasan diperlukannya harmoni kewajiban dan hak negara dan warga negara
indonesia?
c) Apa
sumber historis, sosiologis, politik tentang harmoni kewajiban dan hak negara
dan warga negara indonesia?
d) Bagaimana
membangun argumen tentang dinamika dan tantangan harmoni kewajiban dan hak
negara dan warga negara?
1.3 Maksud dan Tujuan
a) Untuk
mengetahui konsep dan urgensi harmoni kewajiban dan hak negara dan warga
negara.
b) Untuk
mengetahui alasan diperlukannya harmoni kewajiban dan hak negara dan warga
negara indonesia.
c) Untuk
mengetahui sumber historis, sosiologis, politik tentang harmoni kewajiban dan
hak negara dan warga negara indonesia.
d) Untuk
membangun argument tentang dinamika dan tantangan harmoni kewajiban dan hak
negara dan warga negara.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep
Dan Urgensi Harmoni Kewajiban Dan Hak Negara Dan Warga Negara
Dalam
tradisi budaya Indonesia semenjak dahulu, tatkala wilayah Nusantara ini
diperintah raja-raja, kita lebih mengenal konsep kewajiban dibandingkan konsep
hak. Konsep kewajiban selalu menjadi landasan aksiologis dalam hubungan rakyat
dan penguasa. Rakyat wajib patuh kepada titah raja tanpa reserve sebagai bentuk
penghambaan total. Keadaan yang sama berlangsung tatkala masa penjajahan di
Nusantara, baik pada masa penjajahan Belanda yang demikian lama maupun masa
pendudukan Jepang yang relatif singkat. Horizon kehidupan politik daerah
jajahan mendorong aspek kewajiban sebagai postulat ide dalam praksis kehidupan
politik, ekonomi, dan sosial budaya. Lambat laun terbentuklah mekanisme
mengalahkan diri dalam tradisi budaya nusantara. Bahkan dalam tradisi Jawa,
alasan kewajiban mengalahkan hak telah terpatri sedemikian kuat. Mereka masih
asing terhadap diskursus hak. Istilah kewajiban jauh lebih akrab dalam dinamika
kebudayaan mereka. Coba Anda cari bukti-bukti akan hal ini dalam buku-buku
sejarah perihal kehidupan kerajaan-kerajaan nusantara. Walaupun demikian dalam
sejarah Jawa selalu saja muncul pemberontakan-pemberontakan petani,
perjuangan-perjuangan kemerdekaan atau protes-protes dari wong cilik melawan
petinggi-petinggi mereka maupun tuantuan kolonial (Hardiman, 2011). Aksi-aksi
perjuangan emansipatoris itu antara lain didokumentasikan Multatuli dalam buku
Max Havelaar yang jelas lahir dari tuntutan hak-hak mereka. Tak hanya itu, ide
tentang Ratu Adil turut memengaruhi lahirnya gerakan-gerakan yang bercorak
utopis. Perjuangan melawan imperialisme adalah bukti nyata bahwa sejarah
kebudayaan kita tidak hanya berkutat pada ranah kewajiban an sich. Para pejuang
kemerdekaan melawan kaum penjajah tak lain karena hak-hak pribumi dirampas dan
dijarah. Situasi perjuangan merebut kemerdekaan yang berpanta rei, sambung
menyambung dan tanpa henti, sejak perjuangan yang bersifat kedaerahan,
dilanjutkan perjuangan menggunakan organisasi modern, dan akhirnya perang
kemerdekaan memungkinkan kita sekarang ini lebih paham akan budaya hak daripada
kewajiban. Akibatnya tumbuhlah mentalitas yang gemar menuntut hak dan jika
perlu dilakukan dengan berbagai cara termasuk dengan kekerasan, akan tetapi
ketika dituntut untuk menunaikan kewajiban malah tidak mau. Dalam sosiologi
konsep ini dikenal dengan istilah “strong sense of entitlement”. Apa sebenarnya
yang dimaksud dengan hak dan kewajiban itu dan bagaimanakah hubungan keduanya.
Hak adalah kuasa untuk menerima atau melakukan suatu yang semestinya diterima
atau dilakukan oleh pihak tertentu dan tidak dapat oleh pihak lain mana pun
juga yang pada prinsipnya dapat dituntut secara paksa olehnya. Wajib adalah
beban untuk memberikan sesuatu yang semestinya dibiarkan atau diberikan oleh
pihak tertentu tidak dapat oleh pihak lain mana pun yang pada prinsipnya dapat
dituntut secara paksa oleh yang berkepentingan. Kewajiban dengan demikian
merupakan sesuatu yang harus dilakukan (Notonagoro, 1975).
Cobalah
Anda telusuri berbagai sumber lain tentang hak dan kewajiban. Dari berbagai
sumber yang Anda pelajari itu, kemukakan apa itu hak dan apa itu kewajiban;
serta bagaimana hubungan di antara keduanya.
Hak dan
kewajiban merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan. Menurut “teori
korelasi” yang dianut oleh pengikut utilitarianisme, ada hubungan timbal balik
antara hak dan kewajiban. Menurut mereka, setiap kewajiban seseorang berkaitan
dengan hak orang lain, dan begitu pula sebaliknya. Mereka berpendapat bahwa
kita baru dapat berbicara tentang hak dalam arti sesungguhnya, jika ada
korelasi itu, hak yang tidak ada kewajiban yang sesuai dengannya tidak pantas
disebut hak. Hal ini sejalan dengan filsafat kebebasannya Mill (1996) yang
menyatakan bahwa lahirnya hak Asasi Manusia dilandasi dua hak yang paling
fundamental, yaitu hak persamaan dan hak kebebasan. Hak kebebasan seseorang,
menurutnya, tidak boleh dipergunakan untuk memanipulasi hak orang lain, demi
kepentingannya sendiri. Kebebasan menurut Mill secara ontologis substansial
bukanlah perbuatan bebas atas dasar kemauan sendiri, bukan pula perbuatan bebas
tanpa kontrol, namun pebuatan bebas yang diarahkan menuju sikap positif, tidak
mengganggu dan merugikan orang lain. Kotak #1: Perihal kebebasan
Atas
dasar pemikiran tersebut, maka jika hanya menekankan pada hak dan mengabaikan
kewajiban maka akan melahirkan persoalan-persoalan. Persoalan-persoalan apa
sajakah yang akan muncul? Akankah hal itu merugikan solidaritas dalam
masyarakat? Akankah hak menempatkan individu di atas masyarakat? Akankah hal
itu kontraproduktif untuk kehidupan sosial? Akankah ia memberi angin pada
individualsme? Padahal, manusia itu merupakan anggota masyarakat dan tidak
boleh tercerabut dari akar sosialnya. Hanya dalam lingkungan masyarakatlah,
manusia menjadi manusia dalam arti yang sesungguhnya. Dalam sejarah peradaban
umat manusia inovasi hanya muncul ketika manusia berhubungan satu sama lain dalam
arena sosial. Contoh, Roda pertama kali ditemukan di
Mesopotamia,
yakni roda pembuat tembikar di Ur pada 3500 tahun SM. Selanjutnya pemakaian
roda untuk menarik kereta kuda ditemukan di selatan Polandia pada tahun 3350
SM. Roda pada awalnya hanya terbuat dari kayu cakram yang dilubangi untuk as.
Sampai Celtic memperkenalkan pemakaian pelek besi di sekitar roda. Model Celtic
ini digunakan sampai tahu 1870-an tanpa perubahan yang berarti sampai
ditemukakannya ban angin dan ban kawat. Sampai sekarang roda digunakan secara
luas mulai dari sepeda sampai turbin pesawat. Muncul pertanyaan, apakah dengan
mengakui hak-hak manusia berarti menolak masyarakat? Mengakui hak manusia tidak
sama dengan menolak masyarakat atau mengganti masyarakat itu dengan suatu kumpulan
individu tanpa hubungan satu sama lain. Yang ditolak dengan menerima hak-hak
manusia adalah totaliterisme, yakni pandangan bahwa negara mempunyai kuasa
absolut terhadap warganya. Paham ini sempat dianut oleh negara Fasis Jerman
dibawah Hitler dan Italia dibawah Musolini, di mana negara mempunyai kuasa
absolut terhadap seluruh warga negaranya, serta Jepang pada masa Teno Heika,
yang menempatkan Kaisar sebagai pemilik kuasa absolut terhadap rakyatnya
(Alisjahbana, 1978). Dengan demikian pengakuan hak-hak manusia menjamin agar
negara tidak sampai menggilas individu-individu.
Kalah dan
Menang menceritakan peristiwa-peristiwa selama Perang Dunia II, pendudukan
Jepang di Indonesia serta perjuangan bangsa Indonesia untuk mencapai
kemerdekaan. Roman ini mempertentangkan jiwa humanisme dalam bentuk seorang
cendekiawan Swiss dengan Roman jiwa bushido Jepang dalam bentuk seorang
samurai. Bagaimana kisah selanjutnya? Berdasarkan uraian di atas, konsep apa
yang perlu diusung dalam kehidupan sosial dan politik Indonesia? Konsep yang
perlu diusung adalah menyeimbangkan dalam menuntut hak dan menunaikan kewajiban
yang melekat padanya. Yang menjadi persoalan adalah rumusan aturan dasar dalam
UUD NRI Tahun 1945 yang menjamin hak-hak dasar warga negara, sebagian besar tidak
dibarengi dengan aturan dasar yang menuntut kewajiban-kewajiban yang harus
dipenuhi. Padahal sejatinya dalam setiap hak melekat kewajiban,
setidak-tidaknya kewajiban menghormati hak orang lain. Coba Anda periksa naskah
UUD NRI Tahun 1945, pasal-pasal mana saja yang berisi aturan dasar tentang hak
dan sekaligus juga berisi aturan dasar mengenai kewajiban warga negara. Jika
hubungan warga negara dengan negara itu bersifat timbal balik, carilah aturan
atau pasal–pasal dalam UUD NRI 1945 yang menyebut hak-hak negara dan kewajiban
negara terhadap warganya. Sebagai contoh hak dan kewajiban warga negara yang
bersifat timbal balik atau resiprokalitas adalah hak warga negara mendapat
pekerjaan dan penghidupan yang layak (Pasal 27 Ayat 2, UUD 1945). Atas dasar
hak ini, negara berkewajiban memberi pekerjaan dan penghidupan bagi warga
negara. Untuk merealisasikan pemenuhan hak warga negara tersebut, pemerintah
tiap tahun membuka lowongan pekerjaan di berbagai bidang dan memberi subsidi
kepada rakyat.
Guna
merealisasikan kewajiban warga negara, negara mengeluarkan berbagai kebijakan
dan peraturan yang mengikat warga negara dan menjadi kewajiban warga negara
untuk memenuhinya. Salah satu contoh kewajiban warga negara terpenting saat ini
adalah kewajiban membayar pajak (Pasal 23A, UUD 1945). Hal ini dikarenakan saat
ini pajak merupakan sumber penerimaan negara terbesar dalam membiayai
pengeluaran negara dan pembangunan. Tanpa adanya sumber pendapatan pajak yang
besar maka pembiayaan pengeluaran negara akan terhambat. Pajak menyumbang
sekitar 74,63 % pendapatan negara. Jadi membayar pajak adalah contoh kewajiban
warga negara yang nyata di era pembangunan seperti sekarang ini. Dengan
masuknya pendapatan pajak dari warga negara maka pemerintah negara juga akan
mampu memenuhi hak warga negara yakni hak mendapatkan penghidupan yang layak.
2.2 Alasan
Mengapa Diperlukan Harmoni Kewajiban Dan Hak Negara Dan Warga Negara
Pada
uraian di atas Anda telah memperoleh pemahaman bahwa tradisi budaya Indonesia
semenjak zaman kerajaan-kerajaan di Nusantara lebih mengenal konsep kewajiban
dibandingkan konsep hak. Mekanismenya adalah kepatuhan tanpa reserve rakyat
terhadap penguasa dalam hal ini raja atau sultan sebagai bentuk penghambaan
secara total. Keadaan yang sama berlangsung tatkala masa penjajahan di Nusantara
di mana horizon kehidupan politik daerah jajahan mendorong aspek kewajiban
sebagai postulat ide dalam praksis kehidupan politik, ekonomi, dan sosial
budaya. Dua kekuatan inilah yang mengkonstruksi pemikiran rakyat di Nusantara
untuk mengedepankan kewajiban dan dalam batas-batas tertentu melupakan
pemerolehan hak, walaupun pada kenyataannya bersifat temporal karena
sebagaimana terekam dalam Max Havelaar rakyat yang tertindas akhirnya
memberontak menuntut hak-hak mereka.
Pergerakan
budaya rupanya mengikuti dinamika kehidupan sosial politik di mana tatkala
hegemoni kaum kolonial mulai dipertanyakan keabsahannya maka terjadilah
perlawanan kaum tertindas dimana-mana menuntut hakhaknya yang dirampas. Sejak
itulah konsep hak mulai lebih mengemuka dan menggantikan konsep kewajiban yang
mulai meredup. Dewasa ini kita menyaksikan fenomena yang anomali di mana
orang-orang menuntut hak dengan sangat gigih dan jika perlu dilakukan dengan
kekerasan, namun pada saat tiba giliran untuk menunaikan kewajiban mereka itu tampaknya
kehilangan gairah.
2.3 Menggali Sumber Historis, Sosiologis
Dan Politik Tentang Harmoni Kewajiban Dan Hak Negara Dan Warga Negara
Sumber Historis
Secara
historis perjuangan menegakkan hak asasi manusia terjadi di dunia Barat
(Eropa). Adalah John Locke, seorang filsuf Inggris pada abad ke-17, yang
pertama kali merumuskan adanya hak alamiah (natural rights) yang melekat pada
setiap diri manusia, yaitu hak atas hidup, hak kebebasan, dan hak milik. Coba
Anda pelajari lebih jauh ihwal kontribusi John Locke terhadap perkembangan
demokrasi dan hak asasi manusia. Perkembangan selanjutnya ditandai adanya tiga
peristiwa penting di dunia Barat, yaitu Magna Charta,
Revolusi
Amerika, dan Revolusi Perancis. Anda tentu saja telah mengenal ketiga peristiwa
besar tersebut. Namun agar pemahaman Anda semakin baik, simaklah ulasan singkat
dari ketiga peristiwa tersebut berikut ini. a. Magna Charta (1215) Piagam
perjanjian antara Raja John dari Inggris dengan para bangsawan. Isinya adalah
pemberian jaminan beberapa hak oleh raja kepada para bangsawan beserta
keturunannya, seperti hak untuk tidak dipenjarakan tanpa adanya pemeriksaan
pengadilan. Jaminan itu diberikan sebagai balasan atas bantuan biaya
pemerintahan yang telah diberikan oleh para bangsawan. Sejak saat itu, jaminan
hak tersebut berkembang dan menjadi bagian dari sistem konstitusional Inggris.
b. Revolusi Amerika (1276) Perang kemerdekaan rakyat Amerika Serikat melawan
penjajahan Inggris disebut Revolusi Amerika. Declaration of Independence
(Deklarasi Kemerdekaan) Amerika Serikat menjadi negara merdeka tanggal 4
Juli1776 merupakan hasil dari revolusi ini. c. Revolusi Prancis (1789) Revolusi
Prancis adalah bentuk perlawanan rakyat Prancis kepada rajanya sendiri (Louis
XVI) yang telah bertindak sewenang-wenang dan absolut. Declaration des droits
de I’homme et du citoyen (Pernyataan Hak-Hak Manusia dan Warga Negara)
dihasilkan oleh Revolusi Prancis. Pernyataan ini memuat tiga hal: hak atas
kebebasan (liberty), kesamaan (egality), dan persaudaraan (fraternite). Dalam
perkembangannya, pemahaman mengenai HAM makin luas. Sejak permulaan abad ke-20,
konsep hak asasi berkembang menjadi empat macam kebebasan (The Four Freedoms).
Konsep ini pertama kali diperkenalkan oleh Presiden Amerika Serikat, Franklin
D. Rooselvelt. Keempat macam kebebasan itu meliputi: a. kebebasan untuk
beragama (freedom of religion), b. kebebasan untuk berbicara dan berpendapat
(freedom of speech), c. kebebasan dari kemelaratan (freedom from want), dan d.
kebebasan dari ketakutan (freedom from fear).
Coba Anda
bandingkan dengan aturan dasar ihwal HAM yang terdapat dalam UUD NRI Tahun
1945. Adakah keempat jenis HAM itu ada dalam aturan dasar konstitusi kita? Hak
asasi manusia kini sudah diakui seluruh dunia dan bersifat universal, meliputi
berbagai bidang kehidupan manusia dan tidak lagi menjadi milik negara Barat.
Sekarang ini, hak asasi manusia telah menjadi isu kontemporer di dunia. PBB
pada tanggal 10 Desember 1948 mencanangkan Universal Declaration of Human
Rights (Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia). Bagaimana dengan sejarah
perkembangan HAM di Indonesia? Pemahaman HAM di Indonesia sebagai tatanan
nilai, norma, sikap yang hidup di masyarakat dan acuan bertindak pada dasarnya
berlangsung sudah cukup lama. Perkembangan pemikiran dan pengaturan HAM di
Indonesia dibagi dalam dua periode (Manan, 2001), yaitu periode sebelum
kemerdekaan (1908–1945) dan periode setelah kemerdekaan (1945–sekarang).
Pelajarilah ihwal pemikiran dan pengaturan HAM di Indonesia dalam setiap
periode tersebut: siapa aktornya dan bagaimana titik berat perjuangannya.
1. Prof.
Dr. Bagir Manan, SH berpandangan bahwa pemikiran dan aktualisasi HAM pada
periode 1950-1959 mengalami “pasang” dan menikmati “bulan madu“ kebebasan.
Bagaimana menurut pandangan Anda sendiri? 2. Jika kita menelusuri kondisi
kehidupan sosial politik Indonesia periode 1950-1959 tampak beberapa keadaan
sebagai berikut. Pertama, semakin banyak tumbuh partai – partai politik dengan
beragam ideologinya masing–masing. Kedua, Kebebasan pers sebagai pilar demokrasi
betul–betul menikmati kebebasannya. Ketiga, pemilihan umum sebagai pilar lain
dari demokrasi berlangsung dalam suasana kebebasan, fair (adil) dan demokratis.
Keempat, parlemen atau dewan perwakilan rakyat representasi dari kedaulatan
rakyat menunjukkan kinerja dan kelasnya sebagai wakil rakyat dengan melakukan
kontrol yang semakin efektif terhadap eksekutif. Kelima, wacana dan pemikiran
tentang HAM mendapatkan iklim yang kondusif sejalan dengan tumbuhnya kekuasaan
yang memberikan ruang kebebasan. Apakah kelima indikator itulah yang
menyebabkan periode 1950-1959 disebut sebagai masa bulan madu kebebasan di
Indonesia? Bagaimana pendapat Anda tentang hal itu?
Bagaimana
dengan perkembangan konsep kewajiban? Jika hak asasi manusia mendapat
perjuangan yang luar biasa dari para pendukungnya, misal dengan munculnya
Declaration Universal of Human Rights 1948, maka pemikiran tentang kewajiban
dasar manusia tidak sebesar itu.
Pada
tahun 1997, Interaction Council mencanangkan suatu naskah, berjudul Universal
Declaration of Human Responsibilities (Deklarasi Tanggung Jawab Manusia).
Naskah ini dirumuskan oleh sejumlah tokoh dunia seperti Helmut Schmidt, Malcom
Fraser, Jimmy Carter, Lee Kuan Yew, Kiichi Miyazawa, Kenneth Kaunda, dan Hassan
Hanafi yang bekerja selama sepuluh tahun sejak bulan Maret 1987. Mengapa muncul
deklarasi ini? Dinyatakan bahwa deklarasi ini diadakan karena di Barat ada
tradisi menjunjung tinggi kebebasan dan individualis, sedang di dunia Timur,
konsep tanggung jawab dan komunitas lebih dominan. Konsep kewajiban berfungsi
sebagai penyeimbang antara kebebasan dan tanggung jawab. Hak lebih terkait
dengan kebebasan, sedang kewajiban terkait dengan tanggung jawab. Tanggung
jawab merupakan sikap moral berfungsi sebagai kendala alamiah dan sukarela
terhadap kebebasan yang dimiliki orang lain. Dalam setiap masyarakat tiada
kebebasan tanpa pembatasan. Maka dari itu lebih banyak kebebasan yang kita
nikmati, lebih banyak pula tanggung jawab terhadap orang lain maupun diri
sendiri. Lebih banyak bakat yang kita miliki lebih besar tanggung jawab kita
untuk mengembangkannya. Dihimbau agar hak atas kebebasan tidak menuju pada
sikap hanya mementingkan diri sendiri tanpa mengindahkan kebebasan orang lain.
Dianjurkan agar orang yang memiliki hak juga berusaha aktif agar orang lain
juga dapat menikmati hak itu. Dikatakan pula bahwa “kita harus melangkah dari
‘kebebasan untuk tidak peduli’ menuju ‘kebebasan untuk melibatkan diri’”.
Prinsip dasar deklarasi ini adalah tercapainya kebebasan sebanyak mungkin,
tetapi pada saat yang sama berkembang rasa tanggung jawab penuh yang akan
memungkinkan kebebasan itu tumbuh. Untuk mencari keseimbangan antara hak dan
kewajiban, ada suatu kaidah emas (Golden Rule) yang perlu diperhatikan yakni.
“Berbuatlah terhadap orang lain, seperti Anda ingin mereka berbuat terhadap
Anda”. Dalam bagian Preambule naskah dikatakan bahwa terlalu mengutamakan hak
secara ekslusif dapat menimbulkan konflik, perpecahan, dan pertengkaran tanpa
akhir, di lain pihak mengabaikan tanggung jawab manusia dapat menjurus ke chaos
(Budiardjo, 2008). Dari uraian di atas, dapat dilihat bahwa ternyata munculnya
sejarah pemikiran tentang hak mendahului pemikiran tentang kewajiban. Mengapa
sampai terjadi seperti itu? Apakah dengan demikian hak lebih penting dari
kewajiban? Apakah di Indonesia pemikiran tentang hak juga mendahului kewajiban?
Kemukakan pendapat Anda dengan terlebih dahulu mendiskusikan dengan teman.
Sumber Sosiologis
Akhir-akhir
ini kita menyaksikan berbagai gejolak dalam masyarakat yang sangat
memprihatinkan, yakni munculnya karakter buruk yang ditandai kondisi kehidupan
sosial budaya kita yang berubah sedemikian drastis dan fantastis. Bangsa yang
sebelumnya dikenal penyabar, ramah, penuh sopan santun, dan pandai berbasa-basi
sekonyong-konyong menjadi pemarah, suka mencaci, pendendam, perang antar
kampung dan suku dengan tingkat kekejaman yang sangat biadab. Bahkan yang lebih
tragis, anakanak kita yang masih duduk di bangku sekolah pun sudah dapat saling
menyakiti. Bagaimana kita dapat memahami situasi semacam ini? Situasi yang
bergolak serupa ini dapat dijelaskan secara sosiologis karena ini memiliki
kaitan dengan struktur sosial dan sistem budaya yang telah terbangun pada masa
yang lalu. Mencoba membaca situasi pasca reformasi sekarang ini terdapat
beberapa gejala sosiologis fundamental yang menjadi sumber terjadinya berbagai
gejolak dalam masyarakat kita (Wirutomo, 2001). Pertama, suatu kenyataan yang
memprihatinkan bahwa setelah tumbangnya struktur kekuasaan “otokrasi” yang
dimainkan Rezim Orde Baru ternyata bukan demokrasi yang kita peroleh melainkan
oligarki di mana kekuasaan terpusat pada sekelompok kecil elit, sementara
sebagian besar rakyat (demos) tetap jauh dari sumber-sumber kekuasaan
(wewenang, uang, hukum, informasi, pendidikan, dan sebagainya). Kedua, sumber
terjadinya berbagai gejolak dalam masyarakat kita saat ini adalah akibat
munculnya kebencian sosial budaya terselubung (sociocultural animosity). Gejala
ini muncul dan semakin menjadi-jadi pasca runtuhnya rezim Orde Baru. Ketika
rezim Orde Baru berhasil dilengserkan, pola konflik di Indonesia ternyata bukan
hanya terjadi antara pendukung fanatik Orde Baru dengan pendukung Reformasi,
tetapi justru meluas menjadi konflik antarsuku, antarumat beragama, kelas
sosial, kampung, dan sebagainya. Sifatnya pun bukan vertikal antara kelas atas
dengan kelas bawah tetapi justru lebih sering horizontal, antarsesama rakyat
kecil, sehingga konflik yang terjadi bukan konflik yang korektif tetapi
destruktif (bukan fungsional tetapi disfungsional), sehingga kita menjadi
sebuah bangsa yang menghancurkan dirinya sendiri (self destroying nation). Ciri
lain dari konflik yang terjadi di Indonesia adalah bukan hanya yang bersifat terbuka
(manifest conflict) tetapi yang lebih berbahaya lagi adalah konflik yang
tersembunyi (latent conflict) antara berbagai golongan. Socio-cultural
animosity adalah suatu kebencian sosial budaya yang bersumber dari perbedaan
ciri budaya dan perbedaan nasib yang diberikan oleh sejarah masa lalu, sehingga
terkandung unsur keinginan balas dendam. Konflik terselubung ini bersifat laten
karena terdapat mekanisme sosialisasi kebencian yang berlangsung di hampir
seluruh pranata sosial di masyarakat (mulai dari keluarga, sekolah, kampung,
tempat ibadah, media massa, organisasi massa, organisasi politik, dan
sebagainya). Jika menengok pada proses integrasi bangsa Indonesia, persoalannya
terletak pada kurangnya mengembangkan kesepakatan nilai secara alamiah dan partisipatif
(integrasi normatif) dan lebih mengandalkan pendekatan kekuasaan (integrasi
koersif). Atas dasar kenyataan demikian maka cita-cita reformasi untuk
membangun Indonesia Baru harus dilakukan dengan cara apa? Bagaimana pandangan
Anda tentang hal tersebut? Ada satu pandangan bahwa Indonesia baru harus
dibangun dari hasil perombakan terhadap keseluruhan tatanan kehidupan masa
lalu. Inti dari cita-cita tersebut adalah sebuah masyarakat sipil demokratis
yang mampu mengharmonikan kewajiban dan hak negara dan warga negara. Entitas
negara persatuan dari bangsa multikultur seperti Indonesia hanya bisa bertahan
lebih kokoh jika bediri di atas landasan pengelolaan pemerintahan yang sanggup
menjamin kesimbangan antara pemenuhan prinsip kebebasan, kesetaraan, dan persaudaraan,
yang berlaku bagi segenap warga dan elemen kebangsaan. Tuntutan bukan hanya
tentang pemenuhan hak-hak individu (individual rights) dan kelompok masyarakat
(collective rights), melainkan juga kewajiban untuk mengembangkan solidaritas
sosial (gotong royong) dalam rangka kemaslahatan dan kebahagiaan hidup bangsa
secara keseluruhan (Latif, 2011).
Sumber Politik
Sumber
politik yang mendasari dinamika kewajiban dan hak negara dan warga negara
Indonesia adalah proses dan hasil perubahan UUD NRI 1945 yang terjadi pada era
reformasi. Pada awal era reformasi (pertengahan 1998), muncul berbagai tuntutan
reformasi di masyarakat. Tuntutan tersebut disampaikan oleh berbagai komponen
bangsa, terutama oleh mahasiswa dan pemuda. Masih ingatkan Anda butir-butir
yang menjadi tuntutan reformasi itu? Beberapa tuntutan reformasi itu adalah: a.
mengamandemen UUD NRI 1945, b. penghapusan doktrin Dwi Fungsi Angkatan
Bersenjata Republik Indonesia (ABRI), c. menegakkan supremasi hukum,
penghormatan hak asasi manusia (HAM), serta pemberantasan korupsi, kolusi, dan
nepotisme (KKN), d. melakukan desentralisasi dan hubungan yang adil antara
pusat dan daerah, e. (otonomi daerah), f. mewujudkan kebebasan pers, g.
mewujudkan kehidupan demokrasi. Mari kita fokuskan perhatian pada tuntutan
untuk mengamandemen UUD NRI 1945 karena amat berkaitan dengan dinamika
penghormatan dan penegakan hak asasi manusia di Indonesia. Adanya tuntutan
tersebut didasarkan pada pandangan bahwa UUD NRI 1945 belum cukup memuat
landasan bagi kehidupan yang demokratis, pemberdayaan rakyat, dan penghormatan
HAM. Di samping itu, dalam tubuh UUD NRI 1945 terdapat pasal-pasal yang
menimbulkan penafsiran beragam, atau lebih dari satu tafsir (multitafsir) dan
membuka peluang bagi penyelenggaraan negara yang otoriter, sentralistik,
tertutup, berpotensi tumbuhnya praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
Penyelenggaraan negara yang demikian itulah yang menyebabkan timbulnya
kemerosotan kehidupan nasional. Salah satu bukti tentang hal itu adalah terjadinya
krisis dalam berbagai bidang kehidupan (krisis multidimensional). Tuntutan
perubahan UUD NRI 1945 merupakan suatu terobosan yang sangat besar. Dikatakan
terobosan yang sangat besar karena pada era sebelumnya tidak dikehendaki adanya
perubahan tersebut. Sikap politik pemerintah yang diperkuat oleh MPR
berkehendak untuk tidak mengubah UUD NRI 1945. Apabila muncul juga kehendak
mengubah UUD NRI 1945, terlebih dahulu harus dilakukan referendum (meminta
pendapat rakyat) dengan persyaratan yang sangat ketat. Karena persyaratannya
yang sangat ketat itulah maka kecil kemungkinan untuk berhasil melakukan
perubahan UUD NRI 1945. Dalam perkembangannya, tuntutan perubahan UUD NRI 1945
menjadi kebutuhan bersama bangsa Indonesia. Berdasarkan hal itu MPR hasil Pemilu
1999, sesuai dengan kewenangannya yang diatur dalam Pasal 3 dan Pasal 37 UUD
NRI 1945 melakukan perubahan secara bertahap dan sistematis dalam empat kali
perubahan, yakni (1) Perubahan Pertama, pada Sidang Umum MPR 1999; (2)
Perubahan Kedua, pada Sidang Tahunan MPR 2000; (3) Perubahan Ketiga, pada
Sidang Tahunan MPR 2001; dan (4) Perubahan Keempat, pada Sidang Tahunan MPR
2002. Dari empat kali perubahan tesebut dihasilkan berbagai aturan dasar yang
baru, termasuk ihwal hak dan kewajiban asasi manusia yang diatur dalam pasal 28
A sampai dengan 28 J.
2.4 Membangun Argumen Tentang Dinamika Dan Tantangan Harmoni
Kewajiban Dan Hak Negara Dan Warga Negara
Aturan
dasar ihwal kewajiban dan hak negara dan warga negara setelah Perubahan UUD NRI
1945 mengalami dinamika yang luar biasa. Berikut disajikan bentuk-bentuk
perubahan aturan dasar dalam UUD NRI 1945 sebelum dan sesudah Amandemen
tersebut.
1. Aturan Dasar Ihwal
Pendidikan dan Kebudayaan, Serta Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Ketentuan
mengenai hak warga negara di bidang pendidikan semula diatur dalam Pasal 31
Ayat (1) UUD NRI 1945. Setelah perubahan UUD NRI 1945, ketentuannya tetap
diatur dalam Pasal 31 Ayat (1) UUD NRI 1945, namun dengan perubahan.
Perhatikanlah rumusan naskah asli dan rumusan perubahannya berikut ini. Rumusan
naskah asli: Pasal 31, (1) Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan
pengajaran. Rumusan perubahan Pasal 31, (1) Setiap warga negara berhak
mendapatkan pendidikan. Perhatikanlah kedua rumusan tersebut. Apa yang
mengalami perubahan dari pasal tersebut? Perubahan pasal tersebut terletak pada
penggantian kata tiap-tiap menjadi setiap dan kata pengajaran menjadi
pendidikan. Perubahan kata tiap-tiap menjadi setiap merupakan penyesuaian
terhadap perkembangan bahasa Indonesia. Adapun perubahan kata pengajaran
menjadi pendidikan dimaksudkan untuk memperluas hak warga negara karena
pengertian pengajaran lebih sempit dibandingkan dengan pengertian pendidikan.
Pendidikan adalah proses menanamkan nilai-nilai, sedangkan pengajaran adalah
proses mengalihkan pengetahuan. Nilai-nilai yang ditanamkan kepada peserta
didik lebih dari sekedar pengetahuan. Aspek lainnya meliputi keterampilan,
nilai dan sikap. Di samping itu, proses pendidikan juga dapat berlangsung di
tiga lingkungan pendidikan, yaitu di keluarga, sekolah, dan masyarakat. Sedang
pengajaran konotasinya hanya berlangsung di sekolah (bahkan di kelas). Dengan
demikian, perubahan kata pengajaran menjadi pendidikan berakibat menjadi
semakin luasnya hak warga negara. Perubahan UUD NRI Tahun 1945 juga memasukkan
ketentuan baru tentang upaya pemerintah dalam memajukan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Rumusannya terdapat dalam Pasal 31 Ayat (5) UUD NRI Tahun 1945:
“Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi
nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta
kesejahteraan umat manusia”. Adanya rumusan tersebut dimaksudkan agar
pemerintah berupaya memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dengan
tetap menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan memperkukuh persatuan bangsa.
Pencapaian bangsa di bidang iptek adalah akibat dihayatinya nilai-nilai ilmiah.
Namun, nilai-nilai ilmiah yang dihasilkan tetap harus menjunjung tinggi
nilai-nilai agama dan memperkukuh persatuan bangsa. Setujukah Anda dengan pernyataan
tersebut? Hal lain yang perlu mendapat perhatian adalah budaya harus bersiap
menyambut perkembangan dan kemajuan IPTEK. Oleh karena budaya bangsa kita
sebagian besar masih berdasarkan budaya etnik tradisional, sedangkan IPTEK
berasal dari perkembangan budaya asing yang lebih maju, maka apabila
pertumbuhan budaya bangsa kita tidak disiapkan akan dapat terjadi apa yang
disebut kesenjangan budaya (cultural lag), yakni keadaan kehidupan bangsa
Indonesia yang bergumul dengan budaya baru yang tidak dipahaminya. Dapatkah
Anda memberikan contoh-contoh kesenjangan budaya yang kerap kali muncul pada
masyarakat kita? Mengapa hal demikian terjadi? Kesenjangan budaya sudah
diprediksi oleh William F. Ogburn (seorang ahli sosiologi ternama), bahwa
perubahan kebudayaan material lebih cepat dibandingkan dengan perubahan
kebudayaan non material (sikap, perilaku, dan kebiasaan). Akibatnya akan
terjadi kesenjangan budaya seperti diungkapkan sebelumnya. Oleh karena itu,
budaya bangsa dan setiap orang Indonesia harus disiapkan untuk menyongsong era
atau zaman kemajuan dan kecanggihan IPTEK tersebut. Negara juga wajib memajukan
kebudayaan nasional. Semula ketentuan mengenai kebudayaan diatur dalam Pasal 32
UUD NRI 1945 tanpa ayat. Setelah perubahan UUD NRI 1945 ketentuan tersebut
masih diatur dalam Pasal 32 UUD NRI 1945 namun dengan dua ayat. Perhatikanlah
perubahannya berikut ini. Rumusan naskah asli: Pasal 32: “Pemerintah memajukan
kebudayaan nasional Indonesia”. Rumusan perubahan: Pasal 32, (1) “Negara
memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan
menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai
budayanya”. (2) “Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai
kekayaan budaya nasional”. Perubahan ini dilatarbelakangi oleh kebutuhan untuk
menempatkan kebudayaan nasional pada derajat yang tinggi. Kebudayaan nasional
merupakan identitas bangsa dan negara yang harus dilestarikan, dikembangkan,
dan diteguhkan di tengah perubahan dunia. Benarkah demikian? Mengapa? Perubahan
dunia itu pada kenyataannya berlangsung sangat cepat serta dapat mengancam
identitas bangsa dan negara Indonesia. Kita menyadari pula bahwa budaya kita
bukan budaya yang tertutup, sehingga masih terbuka untuk dapat ditinjau kembali
dan dikembangkan sesuai kebutuhan dan kemajuan zaman. Menutup diri pada era
global berarti menutup kesempatan berkembang. Sebaliknya kita juga tidak boleh
hanyut terbawa arus globalisasi. Karena jika hanyut dalam arus globalisasi akan
kehilangan jati diri kita. Jadi, strategi kebudayaan nasional Indonesia yang
kita pilih adalah sebagai berikut:
a. menerima sepenuhnya:
unsur-unsur budaya asing yang sesuai dengan kepribadian bangsa;
b. menolak sepenuhnya:
unsur-unsur budaya asing yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa;
c. menerima secara
selektif: unsur budaya asing yang belum jelas apakah sesuai atau bertentangan
dengan kepribadian bangsa. Berikanlah contoh-contoh unsur budaya
asing yang sesuai dengan kepribadian bangsa sehingga kita dapat menerima
sepenuhnya. Berikanlah pula contoh-contoh unsur budaya asing yang tidak sesuai
dengan kepribadian bangsa sehingga kita dapat menolak sepenuhnya.
2. Aturan Dasar Ihwal
Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial
Bagaimana
Ketentuan Mengenai Perekonomian Nasional diatur dalam UUD NRI Tahun 1945?
Sebelum diubah, ketentuan ini diatur dalam Bab XIV dengan judul Kesejahteraan
Sosial dan terdiri atas 2 pasal, yaitu Pasal 33 dengan 3 ayat dan Pasal 34
tanpa ayat. Setelah perubahan UUD NRI 1945, judul bab menjadi Perekonomian
Nasional dan Kesejahteraan Sosial, terdiri atas dua pasal, yaitu Pasal 33
dengan 5 ayat dan Pasal 34 dengan 4 ayat. Ambillah naskah UUD NRI 1945 dan
bacalah dengan seksama pasal-pasal yang dimaksud tersebut. Salah satu perubahan
penting untuk Pasal 33 terutama dimaksudkan untuk melengkapi aturan yang sudah
diatur sebelum perubahan UUD NRI 1945, sebagai berikut:
a. Pasal 33 Ayat (1) UUD
NRI 1945: menegaskan asas kekeluargaan;
b. Pasal 33 Ayat (2) UUD NRI
1945: menegaskan bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang
menguasai hajat hidup orang banyak harus dikuasai negara;
c. Pasal 33 Ayat (3) UUD
NRI 1945: menegaskan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya harus dikuasai negara. Adapun ketentuan baru yang tercantum dalam
Pasal 33 Ayat (4) UUD NRI 1945 menegaskan tentang prinsip-prinsip perekonomian
nasional yang perlu dicantumkan guna melengkapi ketentuan dalam Pasal 33 Ayat
(1), (2), dan (3) UUD NRI 1945. Mari kita bicarakan terlebih dahulu mengenai
ketentuan-ketentuan mengenai perekonomian nasional yang sudah ada sebelum
perubahan UUD NRI 1945. Bagaimana masalah kesejahteraan rakyat diatur dalam UUD
NRI Tahun 1945? Sebelum diubah Pasal 34 UUD NRI 1945 ditetapkan tanpa ayat.
Setelah dilakukan perubahan UUD NRI 1945 maka Pasal 34 memiliki 4 ayat.
Perubahan ini didasarkan pada kebutuhan meningkatkan jaminan konstitusional
yang mengatur kewajiban negara di bidang kesejahteraan sosial. Adapun ketentuan
mengenai kesejahteraan sosial yang jauh lebih lengkap dibandingkan dengan
sebelumnya merupakan bagian dari upaya mewujudkan Indonesia sebagai negara
kesejahteraan (welfare state), sehingga rakyat dapat hidup sesuai dengan harkat
dan martabat kemanusiaannya. Dalam rumusan tersebut terkandung maksud untuk
lebih mendekatkan gagasan negara tentang kesejahteraan dalam Pembukaan UUD NRI
Tahun 1945 ke dalam realita kehidupan bangsa dan negara Indonesia. Dalam
Pembukaan UUD NRI Tahun 1945, perihal tujuan negara disebutkan: “...melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan
kesejahteraan umum,...”. Maka dalam Pasal 34 UUD NRI 1945 upaya memajukan
kesejahteraan umum lebih dijabarkan lagi, ke dalam fungsi-fungsi negara untuk:
a. mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat; b. memberdayakan
masyarakat yang lemah dan tidak mampu; c. menyediakan fasilitas pelayanan
kesehatan yang layak; d. menyediakan fasilitas pelayanan umum yang layak. Dalam
hal ini negara Indonesia, sebagai negara kesejahteraan, memiliki tanggung jawab
untuk mengembangkan kebijakan negara di berbagai bidang kesejahteraan serta
meningkatkan kualitas pelayanan umum yang baik.
3. Aturan Dasar Ihwal Usaha
Pertahanan dan Keamanan Negara
Semula
ketentuan tentang pertahanan negara menggunakan konsep pembelaan terhadap
negara [Pasal 30 Ayat (1) UUD NRI 1945]. Namun setelah perubahan UUD NRI 1945
konsep pembelaan negara dipindahkan menjadi Pasal 27 Ayat (3) dengan sedikit
perubahan redaksional. Setelah perubahan UUD NRI Tahun 1945, ketentuan mengenai
hak dan kewajiban dalam usaha pertahanan dan keamanan negara [Pasal 30 Ayat (1)
UUD NRI 1945] merupakan penerapan dari ketentuan Pasal 27 Ayat (3) UUD NRI
1945. Mengapa demikian? Karena upaya membela negara mengandung pengertian yang
umum. Pertanyaannya adalah bagaimana penerapannya? Penerapannya adalah dengan
memberikan hak dan kewajiban kepada warga negara dalam usaha pertahanan dan
keamanan negara. Bagaimana usaha pertahanan dan keamanan negara dilakukan?
Pasal 30 Ayat (2) UUD NRI 1945 menegaskan sebagai berikut: “Usaha pertahanan
dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat
semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik
Indonesia, sebagai komponen utama, dan rakyat, sebagai kekuatan pendukung”.
Dipilihnya sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta (Sishankamrata)
dilatarbelakangi oleh pengalaman sejarah bangsa Indonesia sendiri. Pengalaman
yang bagaimana yang melatarbelakangi dipilihnya Sishankamrata itu? Mari kita
melakukan kilas balik sejarah (flash back) pada salah satu faktor penting
suksesnya revolusi kemerdekaan tahun 1945 dan perjuangan mempertahankan
kemerdekaan yang terletak pada bersatu-padunya kekuatan rakyat, kekuatan militer,
dan kepolisian. Dalam perkembangannya kemudian, bersatu-padunya kekuatan itu
dirumuskan dalam sebuah sistem pertahanan dan keamanan negara yang disebut
sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta. Dengan dasar pengalaman sejarah
tersebut maka sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta tersebut dimasukkan
ke dalam ketentuan UUD NRI Tahun 1945. Tahukah Anda apa maksud upaya tersebut?
Jawabannya adalah untuk lebih mengukuhkan keberadaan sistem pertahanan dan
keamanan rakyat semesta tersebut. Di samping itu juga kedudukan rakyat dan TNI
serta Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) dalam usaha pertahanan dan
keamanan negara makin dikukuhkan. Dalam hal ini kedudukan rakyat adalah sebagai
kekuatan pendukung, sedang TNI dan Polri sebagai kekuatan utama. Sistem ini
menjadi salah satu ciri khas sistem pertahanan dan keamanan Indonesia yang
bersifat semesta, yang melibatkan seluruh potensi rakyat warga negara, wilayah,
sumber daya nasional, secara aktif, terpadu, terarah, dan berkelanjutan.
Selanjutnya timbul pertanyaan, bagaimana upaya mewujudkan kekuatan pertahanan
dan keamanan rakyat semesta itu? Kekuatan pertahanan dan keamanan rakyat
semesta dibangun dalam tiga susunan, yakni perlawanan bersenjata, perlawanan
tidak bersenjata, dan bagian pendukung perlawanan bersenjata dan tidak
bersenjata. Coba Anda jelaskan apa fungsi dari setiap susunan kekuatan
pertahanan dan keamanan rakyat semesta tersebut? Siapa saja pelaku dari setiap
susunan tersebut?
4. Aturan Dasar Ihwal Hak
dan Kewajiban Asasi Manusia
Penghormatan
terhadap hak asasi manusia pasca Amandemen UUD NRI 1945 mengalami dinamika yang
luar biasa. Jika sebelumnya perihal hakhak dasar warganegara yang diatur dalam
UUD NRI 1945 hanya berkutat pada pasal 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, dan 34,
setelah Amandemen keempat UUD NRI 1945 aturan dasar mengenai hal tersebut
diatur tersendiri di bawah judul Hak Asasi Manusia (HAM). Di samping mengatur
perihal hak asasi manusia, diatur juga ihwal kewajiban asasi manusia.
Aturan
dasar perihal hak asasi manusia telah diatur secara detail dalam UUD NRI Tahun
1945. Coba Anda analisis pasal-pasal tersebut di atas. Hakhak asasi apa saja
yang dijamin dalam UUD NRI Tahun 1945? Anda bandingkan dengan Deklarasi Hak
Asasi Manusia Sedunia (Universal Declaration of Human Rights). Adakah kesamaan
(commonality) di antara keduanya? Adakah hal yang spesifik yang diatur dalam
UUD NRI Tahun 1945 yang berbeda dengan ketentuan yang terdapat dalam The
Universal Declaration of Human Rights?
Dianutnya
rezim HAM yang detail dalam UUD NRI Tahun 1945 menunjukan bahwa Indonesia
sebagai anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa bersungguh-sungguh melakukan
penghormatan terhadap HAM. Setujukah Anda dengan pernyataan tersebut?
Masyarakat
yang terintegrasi dengan baik merupakan harapan bagi setiap negara, karena
masyarakat merupakan kondisi yang sangat diperlukan bagi negara untuk membangun
kejayaan nasional demi mencapai tujuan yang diharapkan. Ketika masyarakat suatu
negara senantiasa diwarnai oleh pertentangan atau konflik , maka akan banyak
kerugian yang ditimbulkan, baik fisik maupun mental spiritual. Kerusakan fisik
seperti kerusakan sarana dan prasarana, yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat.
Kerusakan mental spiritual seperti perasaan kekhawatiran, cemas, ketakutan,
bahkan juga tekanan mental yang berkepanjangan. Di sisi lain banyak pula
potensi sumber daya yang dimiliki oleh negara yang semestinya dapat digunakan
untuk melaksanakan pembangunan bagi kesejahteraan masyarakat yang akhirnya
harus dikorbankan untuk menyelesaikan konflik tersebut. Dengan demikian, negara
yang selalu diwarnai dengan konflik di dalamnya akan sulit untuk mewujudkan
kemajuan.
Integrasi
masyarakat yang sepenuhnya memang sesuatu yang tidak mungkin diwujudkan, karena
setiap masyarakat di samping membawa potensi integrasi jjuga menyimpan potensi
konflik atau pertentangan. Persamaan kepentingan, kebutuhan untuk
bekerjasama, serta konsensus tentang nilai-nilai tertentu dalam masyarakat
merupakan potensi yang mengintegrasikan. Sebaliknya perbedaan-perbedaan yang
ada di dalam masyarakat seperti perbedaan suku, agama, budaya, dan perbedaan
kepentingan yang menyimpan konflik, terlebih lagi apabila
perbedaan-perbedaan itu tidak dikelola dan disikapi dengan cara dan
sikap yang tepat. Namun apapun kondisinya, integrasi masyarakat sangat dibutuhkan
untuk membangun kejayaan bangsa dan negara sehingga perlu untuk diupayakan.
Kegagalan dalam mewujudkan integrasi masyarakat ini berarti kegagalan untuk
membangun kejayaan nasional, bahkan dapat mengancam kelangsungan hidup bangsa
dan negara yang bersangkutan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan makalah yang
telah ditulis, maka dapat disimpulkan :
1. Hak adalah kuasa untuk
menerima atau melakukan suatu yang semestinya diterima atau dilakukan melulu
oleh pihak tertentu dan tidak dapat oleh pihak lain mana pun juga yang pada
prinsipnya dapat dituntut secara paksa olehnya. Wajib adalah beban untuk
memberikan sesuatu yang semestinya dibiarkan atau diberikan melulu oleh pihak
tertentu tidak dapat oleh pihak lain mana pun yang pada prinsipnya dapat
dituntut secara paksa oleh yang berkepentingan.
2. Hak dan kewajiban warga
negara merupakan wujud dari hubungan warga negara dengan negara. Hak dan
kewajiban bersifat timbal balik, bahwa warga negara memiliki hak dan kewajiban
terhadap negara, sebaliknya pula negara memiliki hak dan kewajiban terhadap
warga negara.
3. Hak dan kewajiban warga
negara dan negara Indonesia diatur dalam UUD NRI 1945 mulai pasal 27 sampai 34,
termasuk di dalamnya ada hak asasi manusia dan kewajiban dasar manusia.
Pengaturan akan hak dan kewajiban tersebut bersifat garis besar yang penjabarannya
dituangkan dalam suatu undang-undang.
4. Sekalipun aspek
kewajiban asasi manusia jumlahnya lebih sedikit jika dibandingkan dengan aspek
hak asasi manusia sebagaimana tertuang dalam UUD NRI 1945, namun secara
filosofis tetap mengindikasikan adanya pandangan bangsa Indonesia bahwa hak
asasi tidak dapat berjalan tanpa dibarengi kewajiban asasi. Dalam konteks ini
Indonesia menganut paham harmoni antara kewajiban dan hak ataupun sebaliknya
harmoni antara hak dan kewajiban.
5. Hak dan kewajiban warga
negara dan negara mengalami dinamika terbukti dari adanya perubahan-perubahan
dalam rumusan pasal-pasal UUD NRI 1945 melalui proses amandemen dan juga
perubahan undang-undang yang menyertainya.
6. Jaminan akan hak dan
kewajiban warga negara dan negara dengan segala dinamikanya diupayakan
berdampak pada terpenuhinya keseimbangan yang harmonis antara hak dan kewajiban
negara dan warga negara.
3.2 Saran
Sebagai
generasi penerus bangsa, marilah kita memiliki rasa peka terhadap hak dan
kewajiban warga negara dan negara. Tidak hanya sebagai generasi penerus bangsa,
tetapi kita adalah generasi pelurus bangsa dimana menjunjung tinggi sikap
keadilan adalah suatu keharusan demi terciptanya kesejahteraan dan kemakmuran
bangsa. Yaitu suatu sikap kepedulian terhadap sesame, serta memiliki rasa
persatuan yang tinggi, baik terhadap bangsa, negara, agama, social, budaya,
maupun keluarga.
Dari
makalah ini penulis mengharapkan agar pembaca dapat memahami dan dapat
menjalankan hak dan kewajiban pembaca sebagai warga Negara. Dan pemerintah di
harapakan untuk memberikan hak atas warga Negara nya dan berkewajiban untuk melindungi
warga Negara nya sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar